Jumat, 11 Juni 2010

It Goes On

Pada akhirnya aku lebih memilih untuk mengikuti hukum ikhlas, aku biarkan segala sesuatu yang akan terjadi kepada proses yang bermuarakan hasil dan Sang Pencipta. Aku tidak ingin memaksakan kehendak. Aku takut jika kuungkapkan perasaanku, gayung tidak akan bersambut. Jadi.. it goes on.. biarkan segala sesuatunya seperti begini tanpa harus kuungkapkan apa-apa. Ketika cinta diperjuangkan, hasilnya hanya ada dua: happy ending atau bad ending. Aku takut mengalami bad ending tapi aku juga takut mengalami hedenophobic (rasa takut untuk mengalami kesenangan). Jadi kurasa cinta tak perlu diperjuangkan. Aku takut cinta seperti alur di cerita dongeng dan novel remaja, menjual mimpi-mimpi manis, membuat pembacanya tersenyum tapi realitanya nihil. Jadi.. it goes on.. biarkan aku melewati proses panjang ini (mungkin akan sedikit bergaya dongeng atau novel remaja) ketika sukses dan tenar biar mereka datang menghampiriku, nanti tinggal kupilih mana yang terbaik untuk kujadikan belahan hidup, mana yang benar-benar tulus tanpa embel-embel brengsek atau player di belakang namanya. Sedikit mirip aku dengan karakter Summer di 500 Days of Summer, tapi aku tidak berniat untuk mengimitasikan diriku dengannya, cukup mirip kukatakan.
It goes on.. Aku sedang belajar banyak untuk menjadi penulis yang baik. Menjadi penulis adalah cita-citaku sejak dulu. Aku sadari ketika Nenek bertanya apa cita-citaku saat ulangtahun yang ke (berapa ya? entah aku lupa). Kujawab bahwa aku ingin menjadi sastrawan. Rupanya mulut punya kehendak untuk mewujudkannya di masa yang akan datang. It goes on.. jadilah sekarang aku kuliah spesialisasi sastra dan bahasa. Katanya kehidupan mahasiswa di fakultas kami adalah kehidupan yang sunyi; mereka juga bilang kalau masa depan kami sunyi. Aku tahu kalau aku tidak munafik, aku mengambil peran yang benar-benar kusukai. Mencintai apa yang kita lakukan adalah ibadah. Mungkin mereka yang bilang masa depanku sunyi dan tersembunyi adalah mereka yang iri kepada kami sebab mereka tidak mengambil peran yang mereka sukai di kampus kami (mereka tidak beribadah dengan baik). Faktor yang melatarbelakangi mereka macam-macam; dipaksa oleh orang tua mereka untuk berprofesi sama dengan orang tuanya; takut dilabeli anak miskin atau tidak berkualitas karena bukan anak dari fakultas terpandang. Kepada mereka, aku hanya memutar bola mataku dan tidak menghiraukannya, cukup saja kukatakan, "Heiii, masih ada ya sistem kasta fakultas di kampus? MIMPI GUE NGGAK BISA DIBIKIN KASTA-KASTAAN YAA!"
It goes on.. ini semua tentang mimpi. Jadi, jangan pernah takut untuk mengambil keputusan yang menyangkut hidupmu kelak di masa yang akan datang. Entah itu masalah cinta, kuliah, atau bahkan ideologimu. Mengutip kata-kata bijak dari seniorku, beliau mengatakan bahwa, "Bukankah mimpi itu dekat dengan kenyataan? Cukup buka mata lalu melangkah." Jadi.. it goes on.. aku sedang dalam perjalanan menulis buku, menjadi orang sukses, dan memilih belahan hidup. Selamat bermimpi. It'll all get better in time :)