Rabu, 24 Agustus 2011

Semburat Cinta di Langit Bali





Pagi menceritakan kisah itu kepada pagi. Dan malam menyimpan tawa juga air mata kepada malam.

Di sini. Kau dan aku. Jatuh cinta.



Hanya matamu yang paling kuingat dari segala organ tubuh yang melekat pada bangunan badanmu yang nyaris sempurna. Matamu berwarna cokelat hazelnut dengan pecahan-pecahan kacang kenari di sekitar pupil matamu yang hitam. Matamu berbicara setiap kali tersenyum, lalu mata kita berpandangan lama setelah selesai aku dipijat wanita bercaping yang kupanggil Meme Juliana. Senja itu, hanya kau yang masih menunggu sampai selesai aku dipijat di atas pasir Pantai Kuta.

Di sepanjang jalan Poppies kita bercerita banyak hal, tentang tujuanmu ke Thailand setelah ini, tentang Paris yang kuidam-idamkan. Kau berhenti melangkah setelah kusebut Paris, kau menggengam bahuku lama dan kau bilang agar aku tinggal di tempatmu jika suatu hari nanti aku pergi ke Paris. Aku tersenyum sambil menggangguk. Kau menjawil hidungku.

Aku sampai di depan kamarku. Kau janji akan menjemputku untuk makan malam tidak jauh dari tempat kita menginap. Aku mengedikkan bahu tanda setuju.

Proses ini sungguh menyenangkan. Aku sedang mengeringkan rambutku ketika kau mengetuk pintu kamar. Menit berikutnya kita sudah berjalan di sepanjang gang mencari rumah makan yang temaram. Sampai kau tunjuk satu pondok makan di ujung jalan.

Kau tengah duduk di sampingku, terus menatapku, sementara aku melihat menu dan terus membolak-balikkannya sampai menemukan makanan yang kuinginkan.

"What?" tanyaku padamu setelah akhirnya sadar sedaritadi aku ditatap terus olehmu.

"No... umm.. I just love your face when you're silent like this. Calm... and warm...," ucapmu sambil terus menatapku yang lalu tersenyum padamu.

"Don't tease me," ucapku untuk menghilangkan sensasi menghangat di wajahku.
Kau hanya terus tersenyum menatapku.

Kalau aku adalah lilin, sudah sejak awal aku meleleh melihat senyummu.

Akhirnya aku pesan ayam bakar mentega dan kau juga. Aku pesan teh manis hangat lalu kau juga. Aku ingin bayar makananku, kau bilang jangan, itu kewajibanmu. Aku hanya mengangguk.

Malam selanjutnya adalah ceritaku dan ceritamu. Selasa malam kita berbaring di atas pasir Sanur dengan sarung bali sebagai alas kepala kita. Kita menatap taburan bintang dan bergandengan tangan sepanjang malam. Kau menghirup dalam-dalam tanganku lalu kemudian mengecupnya pelan. Kau bilang bintang-bintang itu akan tetap ada di atas sana ketika kita sedang melakukan kegiatan apa pun di bawah sinarnya. Tetapi tidak dengan kau dan aku. Kita tidak akan ada di hati kita masing-masing untuk selamanya. Setelah besok, hidup kita akan dimulai kembali. Mataku menggenangkan air lalu kau menghapusnya dan merengkuh badanku ke dalam pelukanmu. Kau bilang semua akan baik-baik saja, walau aku tahu ini tidak akan lagi sama dengan kenyataannya. Kau mencium keningku dalam-dalam dan kita lama terpejam. Sampai matahari terbit di ujung Sanur.



Senja itu aku menarik penutup koper dan berusaha mengangkatnya ke dalam bagasi mobil. Aku kesusahan. Seketika kau datang, mengambil koper dari tanganku lalu dengan mudahnya kau mengangkat koperku ke dalam bagasi, sama mudahnya seperti kau mengangkat semua bebanku selama seminggu ini.

Aku tersenyum sambil mengucapkan terima kasih kepadamu. Aku menatap matamu untuk terakhir kalinya. Warna cokelat hazelnut dengan pecahan kacang kenari di sekitar pupil matamu yang hitam. Kau merengkuh badanku ke dalam badanmu lama sekali sampai aku mengambil inisiatif untuk melepaskannya terlebih dahulu. Kau menatap seluruh wajahku dengan saksama untuk terakhir kalinya kemudian kau berhenti menatap ketika melihat barisan senyum di gigiku. Kau bilang gigiku rapi setiap kali aku tersenyum. Kukatakan aku pernah memakai kawat gigi dulu sekali dan itu sangat menyakitkan. Kau tersenyum lagi dan itu membuat air mataku menggenang di pinggir jembatan mataku, sekali lagi kupeluk dirimu dan kubisikkan sesuatu di telingamu, "Berpisah denganmu, sore ini, lebih menyakitkan daripada memakai kawat gigi sekali lagi di dalam hidupku."

Kau tertawa. Aku juga. Kemudian kuangkat kepalaku dan kutatap langit senja berwarna lembayung. Ada semburat merah di ujung sana, ada semburat cinta di dalam perjalananku dan perjalananmu, Nicola.

Makhluk bermata bulat berwarna cokelat hazelnut dengan pecahan kacang kenari di sekitar pupil matanya yang hitam sekali lagi melambaikan tangannya kepadaku, sampai aku benar-benar hilang dari pandangannya juga hidupnya.


Cindera karya ini khusus diberikan kepada teman penulis, Alvin Agastia Zirtaf.


Minggu, 24 Juli 2011
Pantai Kuta
17.35 WITA

Senin, 01 Agustus 2011

Resensi Buku: Heart Block


Akhirnya, novel pertama Senja Hadiningrat yang berjudul Omnibus berhasil menjadi juara pertama dalam Festival Penulis Indonesia kategori Pendatang Baru Berbakat. Kemenangan ini membuka jalan bagi Senja dalam dunia menulis, dunia yang dari dulu diidam-idamkan oleh Senja. Impian Senja untuk menjadi penulis penuh waktu akhirnya dimulai dari sini. Dengan demikian, dimulai pulalah cerita dan segala konflik ke depannya.

Pekerjaan menulis silih berganti datang kepada Senja yang selalu diiyakan oleh manajer sekaligus publicist, yaitu kakaknya tirinya sendiri, Tasya. Sampai suatu ketika Tasya menganjurkan proyek 40 Hari Menulis Novel yang diyakininya mampu membuat Senja semakin dikenal dan menajamkan kariernya di dunia tulis menulis.

Senja semakin depresi dan berencana menyegarkan pikirannya sendiri untuk berlibur ke Bali sambil menulis proyek 40 Hari Menulis Novel di sana. Konflik lain dirangkai dengan bertemunya Senja dengan Genta, pelukis yang tinggal sementara di Ubud untuk mengerjakan proyek pamerannya. Senja merasa memiliki banyak kesamaan dan menjadi dirinya sendiri ketika bertukar pikiran dengan Senja. Penyesalan pun dimulai ketika Senja pulang dari Bali dan menjadi titik balik bagi Senja bahwa Genta bukanlah the one yang selama ini menjadi prince charming.

Okke meramu dengan jujur bahwa cerita sama halnya dengan kehidupan, kita harus jujur terhadap diri sendiri, dan nyatanya tidak melulu cerita harus ditutup dengan kenyataan, "and they live happilly ever after..."

Okke dengan terampil mendefinisikan arti writer's block dalam berbagai pemikiran. Sejujurnya menurut saya novel ini bisa digunakan sebagai buku panduan menulis bagi penulis pemula yang ingin mengetahui dunia penulis dan berbagai cara mengatasi writer's block tanpa bermaksud menggurui. Di bagian epilog, Okke menjelaskan makna writer's block dan juga cara-cara mengatasinya menurut pengalamannya pribadi.

Saya menganjurkan novel ini untuk dibaca bagi mereka yang ingin menjadi penulis novel dengan bingkai inti romance di dalamnya. Dunia pekerjaan dalam aspek apa pun yang kita pilih nantinya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana kita mampu mengatasinya dengan sikap yang profesional, itulah yang ingin disampaikan Okke dalam novelnya Heart Block ini.

I give 4.5 out of 5 stars :)

Sumber Pustaka
'Sepatumerah', Okke. 2010. Heart Block. Jakarta: Gagas Media.