Senin, 26 Maret 2012

Resensi Buku: Jump

Kiera Shenriva, ex-captain tim cheerleader Parahyangan Vista mulai kebakaran jenggot ketika squad yang pernah dipimpinnya sendiri mulai mengalami penurunan kualitas, ditambah ketidakpedulian kapten barunya, Hers, yang ternyata malah menghina-hina kapten sebelumnya, yaitu Kiera sendiri, dan PV yang mulai tahun ini tidak mendapatkan anggaran biaya ektrakurikuler dari sekolah, padahal PV masuk 8 besar di ICC (Indonesia Cheerleading Competition) tahun kemarin. Malah, tim modern dance PIHS (Parahyangan International High School) mendapatkan anggaran biaya pendidikan ektrakurikuler tahun ini, meski ekskul itu tidak pernah becus dan tidak sekeren ekskul PV yang selalu mendapat jatah tepukan gemuruh adik-adik kelas pada saat tampil untuk acara MOS, kapten cheers PV selalu menjadi orang populer seantero PIHS, belum lagi job-job seantero Bandung yang membuat nama PIHS naik karena PV.

Semuanya berubah begitu Kiera turun jabatan, semuanya semakin tidak terkendali dan membuat Kiera semakin tak berdaya untuk menolong squad kebanggaannya. Belum lagi cemooh dan hinaan khas Hers, juga Sheila dan antek-anteknya. Beruntung Kiera masih memiliki Viani, sahabat terbaiknya, dan Jevana, cowok yang membuat hatinya kembali berdebar-debar setelah Kiera ingat pertolongan Jevana dua tahun yang lalu untuk Kiera.

Membaca novel ini saya jamin tidak akan membuat kalian berhenti membacanya. Apalagi kata-kata khas mean girl semasa SMA yang selalu cerdas dan mengena bagi saya. Betapa kreatifnya anak SMA untuk mencemooh orang lain. Siapa yang tidak bisa membalas cemooh musuhnya: dia kalah. Misalnya, ketika Kiera menyindir Jamie, antek-antek Sheilla di WC perempuan,

"Makasih ya Allah... punya gue asli. Nggak mesti tekanan batin karena jiwa gue nggak sesuai ama body gue. Amien." Lalu, aku merapikan bulu mata.

"Maksud lo gue?" bentak Jamie ngamuk.

Aku menoleh dengan santai, menatap Jamie dari atas sampai bawah, dan memutar bola mata, "Scoozy," kataku. "Who are you?" Ini ladies toilet. Jadi gue cuma ngobrol ama penghuni asli toilet ini. El-e le, de-i di, s, ladies!"

Membaca novel ini, ada kecerdasan konflik yang tertanam di dalamnya. Penulis benar-benar membuat plot dengan rapi dan tertata dari awal hingga akhir. Ada beberapa tambahan asam manis di dalam novel berupa quote dan dialog yang kadang membuat pembaca terenyuh karena persis dengan realita kehidupan sewaktu SMA dulu. Dialog asam manis itu ketika Jevana dan Kiera mengobrol di atap sekolah. Saya pikir di sinilah scene coming-of-age yang membuat Kiera selama ini sadar.

Over all, membaca novel ini tidak akan menyesal. Misalnya, saya jadi sadar kalau ingin melakukan sesuatu yang kita percayai, lakukan saja, jangan menyerah oleh keadaan yang terus menerus memaksa untuk menyerah. Justru di situlah esensi perjuangan, kita digiring lewat peristiwa-peristiwa itu sampai ke puncaknya. Percaya bahwa ujung peristiwa tersebut adalah happy-grande-ending yang selalu membuat kita belajar bahwa teori kehidupan tidak pernah salah.

I give 4 out of 5 stars :)

Daftar Pustaka
Rizal, Moemoe. 2011. Jump. Jakarta: Gagas Media.

Sabtu, 17 Maret 2012

DreamCatcher: Menjadi Penulis yang Sesungguhnya

Kalau di dalam sebuah permainan CTR, saat kita sering memainkannya ketika kecil dulu lewat sebuah PlayStation, kita diwajibkan untuk melewati setiap stage untuk mencapai kemenangan. Bukan tanpa arti, kita bisa rehat sejenak dari usaha kita setiap melewati check point di dalam permainan itu. Apa yang membuat kita ingin terus melewati setiap stage tersebut? Karena banyaknya buah yang kita dapatkan selama di perjalanan? Keinginan kuat untuk menghancurkan semua musuh yang mengganggu selama perjalanan mencapai kemenangan itu? Atau terus terganggu karena begitu bernapsu untuk melawan sang musuh besar di akhir permainan? Tapi yang lebih penting dari itu semua, tidak ada yang lebih membahagiakan selain menyaksikan tokoh utama yang kita mainkan berlompat-lompat kesenangan dan membaca tulisan yang bergerak-gerak di akhir permainan, "Congratulation, you are the winner!" Tulisan yang bergerak itu lahir karena adanya keinginan kuat di awal permainan, kalau saya mampu menyelesaikannya sampai akhir.

Saya lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang sederhana, tidak kurang dan tidak lebih. Dalam kesederhanaan itulah saya belajar banyak hal. Saya selalu diajarkan untuk selalu berusaha mendapatkan apa yang saya inginkan. Orangtua hanya membantu sesuai dengan kemampuan, sisanya saya sendiri yang mengusahakan. Ajaran seperti itu kemudian yang tertanam, tumbuh, dan subur di dalam kehidupan saya seiring bertumbuhnya sebuah "pohon" pribadi yang kuat.

Dari kecil saya selalu berprinsip untuk menyelesaikan apa yang selalu saya mulai. Contoh kecilnya adalah permainan game CTR saat kecil itu tadi, contoh besarnya adalah cita-cita yang selalu saya angan-angankan di dalam hati. Selain bermain game, kesukaan terbesar saya adalah menulis. Sewaktu kecil, saya tidak tahu kalau buku itu ternyata bisa dihasilkan oleh manusia yang juga sama seperti saya. Jadilah ketika kecil saya hanya terus menulis dan membaca buku-buku yang serupa kitab yang memberi napas kepada tangan saya untuk terus menggurat kata-kata di dalam pikiran saya. Yang saya tahu waktu itu saya hanya ingin menulis, menulis di buku tulis kosong, dan menunjukkannya kepada guru bahasa Indonesia dan teman-teman sekelas. Kemudian biasanya mereka akan tersenyum dan mengatakan bahwa tulisan saya bagus menurut mereka. Lambat laun "pohon" pribadi terus tumbuh dan saatnya menyatakan mimpi untuk menjadi seorang penulis. Ketika mimpi dinyatakan, tidak lagi semua orang mengatakan bahwa tulisan saya bagus. Dalam perjalanannya, semua manusia belajar untuk menjadi semakin baik, beban bertambah, dan yang harus saya lakukan untuk mewujudkannya adalah dengan terus berlatih menulis, menambah ilmu dan wawasan dengan membaca literatur, prioritaskan hal, membangun jaringan.

Masih ingat bukan, di dalam permainan terkadang kita berhasil melangkah dari stage yang satu ke stage berikutnya. Itulah representasi yang sebenarnya dari kehidupan nyata, saya melangkah lagi dengan perjuangan dan komitmen yang disediakan selebar mungkin di dalam kepala dan hati. Pencapaian terbesar saya kemudian adalah lolos SNMPTN dan menjadi mahasiswa sastra di sebuah perguruan tinggi negeri di Indonesia. Kemudian menemukan banyak jaringan yang mempertemukan saya dengan mimpi saya, bulan Mei nanti buku saya akan terbit oleh sebuah penerbit buku yang saya idam-idamkan: Gagas Media. Salah satu mimpi terbesar saya terwujud. Rasanya saya ingin melompat-lompat kegirangan seperti tokoh utama dalam sebuah game CTR.

Selasa, 13 Maret 2012

Jumat, 09 Maret 2012

Cerita tentang Taman

Di taman itu, pernah kau bisikkan rahasia kehidupan: tentang hati, harapan, kehidupan, mimpi, dan masa depan. Lalu kita bicara banyak tentang hari-hari yang kau lalui di kampus, rumah, perpustakaan, toko buku, dan danau tempatmu biasa menggambar.

Aku kemudian membentangkan cerita tentang rumah, kantor, pantai, kehidupan malam, suara laut, dan segala ingar bingar tenggat waktu tempatku biasa membuang segala rinduku tentangmu. Maafkan aku sayang, kutahu rasa rinduku terhadapmu tidak boleh dibuang, tapi semakin memikirkan tentangmu, yang kulakukan hanya ingin terus menghabiskan waktuku untuk giat bekerja.

Malam hari, adalah waktu yang paling menyebalkan dalam kurun waktu kehidupan di Indonesia tengah ini. Memikirkanmu membuatku selalu ingin menggambar di buku sketsa yang selalu kau rebut sedatangnya kau dari Jakarta ke pulau ini. Aku selalu ingin mengajarimu menggambar namun kau selalu menolak. Kau bilang gambar terbaik yang dihasilkan di atas kertas semata hanya karena kemurnian jiwa si penggambar. Tapi, kau selalu bilang akulah penggambar hati di dalam hidupmu. Mengingat wajahmu dalam malam-malam sepiku saat kau mengatakan itu selalu ingin membuatku memelukmu semakin dalam. Kamu, penulisku, maukah kamu sekadar datang malam ini, atau kita kembali ke taman tempatku dan kamu sama-sama menggambar kemarin dulu?

Aku masih ingat kau pernah bilang bahwa kau tidak peduli tahun ini akan kiamat atau apa, karena kaubilang, kau sudah miliki dua hal istimewa di dalam hidpumu. Satu, kamu miliki buku pertamamu yang telah terbit (aku masih ingat kau teriak kegirangan di toko buku di kotaku ini kemudian kau tidak peduli pada mata orang-orang yang memandang kebingungan ke arah kita berdua). Dua, saat kau tiada henti tersenyum di atas pasir Pantai Kuta, tersenyum memandangi ombak di depanmu, juga bukumu di genggamanmu, dan aku di sampingmu, kaubilang kau bahagia miliki aku di dalam hidupmu. Kubilang padamu, besok aku hendak mengajakmu kembali ke taman tempat kita sibuk dengan pikiran dan buku sketsa masing-masing. Kamu tersenyum, lalu mencium pipiku dalam-dalam.

***

Aku sedang menikmati senja di sebuah taman di negara Singapura saat aku memandang lagi gambar yang kaubuat untukku terakhir kalinya. Aku tidak tahu kau berada di mana, di dewata yang sesungguhnya? Di dalam nirwana yang penuh awan-awan buih serupa kapas, atau serupa bulu-bulu domba australia seperti katamu. Aku percaya kau telah sampai di negeri awan, meskipun kau tidak percaya dosa, kau percaya pada karma-karma yang baik. Kau telah banyak menabung karma-karma suci di hatiku, di hati semua orang yang kau senyumi, di hati orang tuamu, juga di mana kini angin membawa kecupan manis dan kehangatanmu.

Maafkan aku karena merusak gambar yang kubuat untukmu dengan dua titik airmata yang menempel di atasnya. Nanti, ketika sampai di atas nisanmu, kuharap kau tidak marah akan gambarku ini. Kuharap kau menyukainya, sebab kali ini aku sudah menepati janjiku untuk menggambar taman di negeri singa ini dengan sepenuh jiwaku dan seluruh ingatan hatiku tentang kamu.