Minggu, 24 Februari 2013

Resensi Film: Kata Hati


Randi (Boy Hamzah), seorang fotografer, memiliki masa lalu yang pahit (sepahit kopi kesukaannya) dengan mantan kekasihnya (Kimberly Ryder) seorang model yang meninggalkan Randi demi mengejar mimpinya. 

Fila (Joanna Alexandra) menyimpan rasa suka hingga tumbuh menjadi cinta diam-diam kepada Adrian (Arnhezy Arczhanka), laki-laki yang ternyata hanya menganggap Fila sebagai sahabatnya selama 10 tahun. Fila tidak dapat menyatakan perasaannya sampai akhirnya Adrian pergi untuk kuliah di luar negeri.

Dua paragraf di atas adalah masalah yang dibawa oleh dua tokoh utama di dalam film ini. Alur mulai menanjak ketika Randi dan Fila bertemu untuk pertama kalinya di sebuah coffee shop yang ternyata adalah tempat favorit keduanya untuk menghabiskan waktu. Entah siapa yang pertama memulai, keduanya seakan mendapat chemistry untuk saling bertegur sapa, memulai kata-kata pertama, saling bertukar pikiran dan rasa, menciptakan pengalaman baru bersama, sampai akhirnya memulai kehidupan hati yang baru.

Sayangnya, Dera kembali ketika hubungan Randi dan Fila semakin dekat, pun dengan Adrian. Kembalinya Dera dan Adrian membuat segalanya berubah. Kembalinya Dera dan Adrian membuat Randi dan Fila saling bertanya kepada hatinya masing-masing untuk menemukan jawaban cerita mereka.

Film ini ditulis dengan manis oleh Haqi Achmad. Setelah menikmati Radio Galau FM, jujur saya jauh lebih menyukai Kata Hati dari segi ceritanya. Saya ikut tertawa saat si Mbok membacakan BBM milik adiknya Fila, ikut terenyuh ketika Fila melihat foto-foto dirinya yang diam-diam dipotret Randi (seketika ingat Crazy Little Thing Called Love). Bagi saya, ini film yang manis. Sinematografinya juga cukup baik. Deskripsi yang ditulis di dalam novel juga berhasil diangkat di dalam film. Misalnya, bagaimana coffee shop tempat Randi dan Fila pertama bertemu digambarkan merupakan kedai kopi yang hangat. Suasana Jogja yang penuh limpahan cahaya matahari, pantai, Jalan Malioboro, juga digambarkan dengan baik, pun dengan dialog setiap tokoh yang tidak terdengar aksen modern khas Jakarta.

Terlepas dari kelebihannya, demikian kekurangan yang mungkin hanya terlihat dari kacamata saya sebagai penikmat cerita dan film Kata Hati. Jujur, saya menyayangkan mengapa karakter Randi kurang dieksplor. Ketika saya amati kembali, tidak sepenuhnya cerita di dalam film diambil penuh dari cerita di dalam novelnya. Di dalam novel terdapat ringkai cerita bahwa Randi begitu protektif terhadap kakaknya, Dian, sejak kematian kedua orangtua mereka. Menurut saya, karakter Randi bisa lebih tergali lagi, atau memang sengaja tidak diangkat karena nanti akan bertubrukan dengan kisahnya kepada Dera. Entahlah.

Menikmati Kata Hati secara keseluruhan sungguh menyenangkan. Ini adalah jenis film yang rasanya ingin kita tonton untuk kedua kalinya. :)