Rabu, 23 Juli 2014

Resensi Buku: Steal Like an Artist by Austin Kleon

Buku ini berhasil untuk saya. Saya suka banget membaca buku-buku tentang kreativitas. Saya suka melakukan hal yang baru untuk memancing ide kreatif. Buku ini seperti multivitamin ilmu bagi saya.

Lewat buku ini saya belajar banyak untuk memeluk keterbatasan saya. Saya belajar untuk bersahabat dengan rutinitas pekerjaan di kantor dan hobi menulis saya. Saya belajar untuk bersahabat dengan keterbatasan saya dan bagaimana membagi waktu untuknya.

Mau curhat sedikit, boleh? Saat hari terang, saya bekerja di kantor advertising. Dengan menjadi content writer, saya belajar untuk menjual brand lewat kata-kata. Saat malam, saya berubah menjadi penulis novel. Mempertahankan jauh lebih sulit saat meraihnya. Tekanan telah menulis dua buku jauh lebih kuat. Bukannya menjadi lebih mudah, tetapi menulis jadi lebih sulit karena saya ingin menulis banyak hal. Apa yang saya tuangkan menjadi realistis mungkin tidak semegah dengan apa yang dipikirkan, tetapi tidak menutup kemungkinan apa yang telah tertulis di dalam bentuk fisik buku jadi lebih mengagumkan dari draft awal saat ia masih menjadi embrio di dalam kepala saya.

Buku ini membuka cakrawala baru bagi saya untuk memancing ide kreatif dan merealisasikannya. Bukan hanya sekadar imajinasi kreatif, tapi buku ini juga mengajak saya untuk melihat kenyataan yang ada dan menjalankan tips yang realistis di dunia kreatif. Saya nggak pernah merasa membeli buku-buku nonfiksi kreativitas ini semacam sia-sia. Beberapa buku serupa yang ditulis oleh Yoris Sebastian (101 Creative Notes), Wahyu Aditya (Sila ke-6: Kreatif Sampai Mati), Ira Lathief (Normal is Boring), dan Risyiana Muthia (Been There Done That Got the T-Shirt) menghibur dan memberi saya warna baru dalam bidang kreatif, terutama dalam pekerjaan saya sebagai penulis konten (di siang hari) dan penulis novel (di malam hari).

Buku ini cocok bagi siapa pun yang berkecimpung di dunia kreatif. Saya percaya bahwa semua manusia digerakkan karena kebiasaan. Buku ini mengajak kita untuk membiasakan diri hidup secara kreatif sehingga ke depannya kita akan terbiasa hidup kreatif (memecahkan masalah, merangkul keterbatasan, berpikir kreatif). After all, I love this book.

Selasa, 22 Juli 2014

Keenan, My Dachsund Dog

Saya pernah membaca sebuah pernyataan dari penyayang binatang bahwa anjing mencintai majikannya sebesar mereka mencintai dirinya sendiri. Anjing adalah hewan paling tulus di muka bumi. Beberapa kali saya membuktikannya sendiri. 

Keenan nggak mau lepas saat aku hendak pamit ke Papua
Meskipun jahil, Keenan anjing paling baik yang pernah kupunya. Aku ingat dia selalu menjilat tubuh Carlo (kakaknya Keenan) saat Carlo pulang dengan luka kulit tersobek di mana-mana. Carlo sempat hilang seharian dan saat aku hendak mengitari komplek, Carlo menangis di depan pagar rumah kami dengan tubuh penuh luka sobekan. Aku bersikeras agar luka Carlo dijahit di veterinarian. Papa bilang Carlo akan segera sembuh, beliau pernah bilang, air liur anjing mengandung enzim yang berfungsi sebagai penyembuh luka alami. Ia dekat dengan Keenan sebagai saudara kandung dan sahabat. Pernah Carlo bertengkar hebat dengan Joe (ayahnya Carlo dan Keenan) sampai kulit mereka berdua robek. Keenan menggonggong sekeras mungkin seraya memanggilku dari dalam rumah. Ia menggigit ekor Carlo untuk menyudahi perkelahian. Saat itu juga Carlo menyudahi aksi brutalnya menggigit Joe. Keenan adalah anak dan saudara yang baik bagi Joe dan Carlo. 

Keenan akan mengantarku setiap pagi menuju pagar dan setiap aku berkata, "Shake hand, Keenan" Ia akan mengangkat tangan kanannya untukku. Ia tidak pernah sekalipun absen menyalamiku. Keenan akan berada di garda paling depan saat menyambutku pulang. Ia mencintai aku sebesar ia mencintai dirinya sendiri. Keenan tidak pendendam. Sesering apapun Mama memukulnya karena sering menggigit selang atau merobek fiber kandang miliknya, ia akan selalu menjilat kaki Mama dan mengibas-ngibaskan ekornya. Setiap kali Keenan dipukul Mama, aku selalu memberi makanan lebih untuknya sebagai reward karena telah mengalami hari yang buruk.

Saya percaya, bukan saya yang memilih Keenan menjadi anjing saya. Tapi saya yang dipilih oleh Keenan untuk dicintai selama hampir dua tahun ini. Sekarang Keenan diadopsi oleh seorang dokter. Di Sabtu siang, Papa memberitahuku bahwa Keenan tadi dijemput oleh sopir sang Dokter. Mama yang mempunyai inisiatif karena terlalu banyak anjing yang kami urus. Papa sudah terlalu kewalahan mengurus enam ekor anjing di rumah kami (Joe, Jupe, Carlo, Keenan, Lala, dan Candy). Saat itu juga aku marah kepada Mama dan menangis di depan Papa dan Mama. Keenan anjingku, anjing paling kusayang. Mama mengatakan kapan pun kita bisa bertemu Keenan dan berjanji bahwa sang Dokter adalah penyayang anjing juga. Baru kali ini aku mendoakan anjingku sendiri agar ia mendapatkan pemilik yang baik hati. I love you, Keenan. :)