Jumat, 17 Juni 2011

Resensi Buku: Writer VS Editor


Hidup Nuna benar-benar berubah ketika naskah yang selama ini dipikirnya telah sia-sia dikirimkan ke sebuah penerbit mendapat jawaban bahagia yang diinginkan oleh semua penulis di muka bumi: naskahnya diterima oleh sebuah penerbit untuk diterbitkan. Bagi Nuna yang seorang pramuniaga biasa di sebuah toko swalayan di kota Bogor adalah hal yang luar biasa mendapatkan bahwa pada akhirnya ia akan menjadi seorang penulis. Tapi sayangnya tidak, semuanya tidak berakhir bahagia saat itu melainkan segalanya baru dimulai oleh seorang penulis pemula sekaliber Nuna.

Sang Editor, Rengga, begitu kesal kepada Nuna karena menganggap dirinya sok karena tidak pernah mau mengangkat telepon darinya untuk mengurus naskahnya agar segera naik cetak. Kesalahpahaman itu mengakibatkan saling dendam yang kemudian (tentu saja) berubah menjadi perasaan cinta dan (tentu saja) dengan segala lika-likunya. Perasaan mereka berkali-kali diuji oleh serangkaian peristiwa yang membuat penulis dan editor ini saling terlibat konflik yang dijalin oleh penulis Writer VS Editor ini.

Ria N. Badaria adalah penulis yang layak diperhitungkan karena novel sebelumnya Fortunata mendapat penghargaan Khatulistiwa Literary Award kategori penulis muda berbakat tahun 2009 (Ya Tuhan, saya mau banget dapet penghargaan ini nanti. Amin). Gaya bahasa dan jalinan cerita di dalamnya cukup baik, meskipun ada bagian yang menurut saya kurang logis. Beberapa di antaranya adalah kurangnya rasa bahagia pada Nuna ketika menyadari novelnya akan diterbitkan oleh GlobalBooks, kemudian terdapat (lumayan) banyak konflik yang merangkai Nuna dengan Rengga. Kembalinya Marsya pada Rengga di akhir cerita menurut saya membuat cerita berjalan semakin lambat dan membuat pembaca mulai bertanya, "Ini cerita kapan selesainya?"

Karakter yang cukup kuat, plot yang rapi, adegan yang terasa alami, dan kejutan di beberapa bagian sebelum ending adalah kekuatan novel ini. Ria mampu menceritakan hampir semua adegan di dalamnya terasa real dan alami. Masalah gaya tulisan jangan ditanya lagi, Ria benar-benar matang menggarap novel ini

I give 3 out of 5 stars :)

Sumber Pustaka:
Badaria, N. Ria. 2011. Writer VS Editor. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Minggu, 05 Juni 2011

Family Tree





Nenek (as known as Ompung Boru)

Nenek saya, Nellida Purba, atau yang biasa saya panggil Ompung (baca: Opung), tinggal nggak begitu jauh dari rumah saya. Hanya dipisahkan oleh satu kompleks. Nenek saya ini masih segar bugar di usianya yang ke-80 tahun. Penyayang binatang dan suka nonton TV. Di rumahnya, Nenek saya punya enam ekor anjing. Nenek saya tinggal bersama seorang Mbak yang udah mengabdi puluhan tahun, namanya Mbak Mun (sayang fotonya nggak saya masukin di post kali ini).

Oh ya, di adat Batak keluarga saya (saya sih ga tau yah kalo adat keluarga Batak yang lain kayak gimana), yang muda itu nggak boleh menyebut yang tua dengan nama langsung meskipun kita udah pake nama panggilan. Jadi, ga boleh tuh kalo saya manggil Opung saya: Opung Nellida, bisa-bisa saya dibakar. Demi kesopanan, saya diajarin sama orangtua saya waktu kecil harus menyebut nama Opung-opung itu sesuai nama tempat mereka tinggal. Maka, saya manggil Nenek kandung saya dengan panggilan Opung Medan, karena sebelumnya beliau tinggal di Medan. Saya juga punya banyak opung yang lain karena adat Batak itu punya Tarombo yang kalo ketemu orang Batak di pinggir jalan pun bisa-bisa jadi saudara. Opung saya punya banyak adik, cara manggilnya? Ya panggil sesuai tempat mereka tinggal, ada Opung Riau, Opung Slipi, Opung Pejaten, Opung Kelapa Gading, Opung Bekasi, Opung depok, Opung Batam, Opung Bandung, dan opung-opung lainnya yang tersebar di seluruh nusantara ;)





Papa

Papa saya orang Batak asli, artinya Ayah dan Ibu dari Papa saya berarti sama-sama Batak. Sedangkan ibu saya murni Jawa, karena kedua eyang saya juga murni Jawa. Jadilah saya dan kakak bukan Batak atau Jawa murni, kita campuran Batak dan Jawa.

Setelah menyelesaikan pendidikan teologinya, Papa saya sebenarnya bisa jadi Evangelis (satu kasta di bawah pendeta) dan bisa pimpin misa di gereja, tapi entah kenapa Papa nggak mau ngelanjutin. Sekarang Papa menyebut dirinya sebagai full time prayer & worshipper. Yap! Papa saya religious person banget. Sekarang Papa aktif jadi breeder, ikut di partai politik (passion Papa di hukum, sama kayak Mama), penanam bonsai, dan hobi baca Alkitab.





Mama

Kalo Papa kerja di rumah, Mama tuh orangnya nggak bisa diem, harus banget keluar rumah setiap hari. Makanya kalo belum pensiun Mama nggak akan berhenti kerja. Mama seneng banget kerja di kantor karena kerjaannya (passion-nya di hukum) dan Mama nggak bisa lepas dari temen-temennya. Does she in the gank? Yap! Hahahahahaha, tua-tua gini Mama punya gank main di kantornya. Hobinya? MAKAN! Hahahahaha. Makanya kalau mau nanya tempat makan enak di Jakarta silakan tanya pada Mama saya, jamin akurat! Mama saya hobinya ngoleksi tas dan tupperware. Selain itu, Mama hobi banget ngomong, apa aja diomongin. Tapi biar cerewet, Mama saya sabarnya luar biasa, dan yang paling penting Mama tuh kalo ngadepin masalah lempeng aja gitu mukanya, cuek banget sama hal negatif. Itu yang saya banggain dari Mama :)

Kakak

Tadaaaaa... Ini dia si Fresh Graduate Girl kita, kakak saya Desire Amelia. Firstly, she has no passion in law apalagi sastra. So what is her passion? MONEY! Nyahahahaha, yup kakak saya suka banget ngitung, dia dari dulu udah ngincer jurusan ekonomi sari awal SMA. Sekarang baru aja lulus, jadi lulusan terbaik + cum laude + Presiden BEM waktu kuliah + udah kerja (bahkan sebelum dapet gelar sarjananya, aih gila!)

Sekarang Kakak saya kerja sebagai auditor (saya jadi editor dong nanti, Amin.) di sebuah kantor yang nama kantornya saya lupa di daerah Kebayoran Baru. Dari kerjaannya (karena auditor kerjanya keliling daerah) dia udah traveling sambil kerja ke banyak tempat, aih gila gila gila seru banget, sih! Yah, worthed lah ya mengingat dia udah kerja keras banget sampe bisa cum laude. Kakak saya juga penyayang binatang dan penyayang pacar (selamat juga yah yang pacarannya udah 3 tahun --> saya sedih)

Saya

Nyahahahahahahaha saya, Diego Christian, sekarang kuliah di Sastra Indonesia, UI, semester 4. On my track to be a novelist (sekarang lagi revisi, doakan saya ya #alaBentengTakeshi), penyayang binatang, and soon to be a vegetarian.

I have a super role model named Dewi Lestari. Saya suka banget baca buku dan nulis. Sebagai manusia pada umumnya ya, saya juga punya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan saya tuh saya berani, hehehe. Berani apa, nih? Berani ngadepin apa pun: hantu, tempat gelap, ketinggian, kegagalan, bahkan patah hati (sumpah yang terakhir curhat banget!) Kekurangannya? Nah, saya itu super-ultra-sensitif. Saya sendiri saking sensitifnya kalo nonton film yang menyentuh suka nggak sadar tiba-tiba ada air mata turun, etapi sumpah deh itu nggak diatur, kayak apa, ya? Kayak cara kerja jantung dan lambung gitu, nggak bisa kita atur. Bingung? Saya sendiri aja bingung.