Selasa, 27 Agustus 2013

Life After Campus


Ini bukan graduation speech atau pidato formal semacamnya yang saya ciptakan dengan teliti. Ini hanya thought yang saya buat di tengah malam untuk melepaskan rasa cemas saya.


Saya baru saja melihat album foto wisuda sarjana tahun lalu milik senior saya di sebuah jejaring sosial. Mengagumkan rasanya karena dalam hitungan hari saya akan mengalami hal serupa. Saya kembali melihat pada surat keterangan lulus sementara yang baru saya dapatkan seminggu yang lalu. Ada banyak jalan, juga banyak hal yang harus saya alami sampai akhirnya saya mendapatkan surat tersebut. Jalannya tidak melulu indah dan damai, tapi kadang terjal dan banyak drama. 

Dalam hitungan hari saya akan melepas banyak hal dan meraih hal baru di depan sana. Teman-teman selama empat tahun yang telah membuat saya belajar. Buku-buku yang telah saya baca dan menambah perspektif saya tentang hidup. Tempat-tempat baru di penjuru Indonesia yang saya datangi bersama teman-teman kampus dan para sahabat yang menyukai traveling. Cinta yang berlabuh dan juga akhirnya harus berlayar ke tempat yang tidak pernah kita duga.

Empat tahun, ada banyak cerita yang mengesankan, pun cerita yang mengenaskan. Tak heran saya selalu menulis di buku coretan saya dengan judul halaman, "Tahun 2013 pertama kali saya mengalami..." Menyenangkan saat membaca kembali halaman dalam buku tersebut dan saya telah mengalami untuk pertama kalinya hal-hal tersebut.

Rencana saya mungkin bisa berubah, tapi ini yang hendak saya lakukan sampai setahun ke depan. Saya hanya akan menulis sampai bulan April, melunasi deadline yang kian menumpuk seperti virus di dalam kepala saya. Rencananya saya akan menulis minimal empat buku sampai bulan April. Delapan bulan tanpa hal apapun adalah hal yang cukup untuk dibilang tidak mustahil menyelesaikan empat buku. Selama bulan-bulan tersebut mungkin saya akan mengambil pekerjaan freelance untuk menambah pemasukan saya memasuki dunia yang baru. Di bulan April saya akan mengambil tes masuk pascasasrjana di UI. Sudah jelas dalam pikiran saya, saya yakin mengambil pascasarjana Psikologi di UI.

Dan rencana itu kandas sudah. Itu rencana sebelum saya diterima bekerja di sebuah perusahaan trading sebagai executive consultant. Saya tahu saya harus bekerja untuk beberapa alasan. Salah satunya karena keuangan. Saya juga tidak tahu bagaimana saya akan membagi waktu antara bekerja kantoran dengan menulis. Satu hal yang saya ketahui ketika saya harus dituntut menjadi corporate slave selama beberapa bulan ke depan: saya rindu waktu menulis saya. Benar kata pepatah yang bilang kita baru sadar kita telah benar-benar mencintai sesuatu ketika kita kehilangannya. Dan saya kehilangan waktu-waktu berharga yang pernah saya habiskan bersama aksara.

Saya nggak tahu apakah ini gerbang menuju fase quarter life crisis dalam hidup saya. Anggaplah saya drama, tapi mustahil ada penulis yang hidupnya tidak pernah drama. Mereka semua kan raja dan ratu drama. Yang saya harus lakukan saat ini mungkin mencoba menikmati daripada saya harus menelan pahit-pahit semboyan hidup saya yang selama ini saya pegang teguh...

Life is all about choices. You have to pick one and enjoy.