Minggu, 27 Februari 2011

Senja

Jingga
Sendu
Sendiri
Aku

Kelabu
Abstrak
Ramai
Kamu

Secangkir teh yang kuhirup
Segelas kopi yang kausesap
Menggambarkanku, menuliskankau
Angkasa

Bersama Senja
Menyimpan rasa ini
Berdua
Kita

Selasa, 15 Februari 2011

(Secangkir) Rindu di Pagi Hari

Di dalam keheningan pagi, aku menyesap kembali secangkir kerinduanku padamu, seperti biasanya, sambil mengingatmu sejenak dua jenak di dalam kedamaian ini. Tanpa perlu usaha aku telah mampu mengingat dengan mudah setiap lekuk di bingkai wajahmu yang terpahat tajam menjadi kesempurnaan. Napasmu selayaknya aroma surga yang tercium setiap kali sehabis hujan. Lenganmu bagai gada yang selalu melindungiku di waktu malam. Tubuhmu bagai tameng yang membantuku bersembunyi dengan mudahnya dalam setiap lekuk-lekuk hangat yang kau kuar sehingga aku merasa aman membenamkan diriku di dalamnya.
Kurasa takdir itu adalah pilihan sahih yang pernah Tuhan buat bagi kita. Setidaknya untuk 6 bulan yang sungguh berarti selama ini, aku pernah mengecap manisnya dicintai dan juga mencintai.
Tahukah kau bahwa aku tidak pernah belajar untuk mencintaimu? Aku tidak tahu apakah untuk mencintaiku kau perlu belajar atau tidak, bagiku itu tidak penting karena cintamu lebih sempurna dari yang pernah kuharapkan sebelumnya. Seperti di dongeng, ya? Baiklah kalau cerita kita seperti di dongeng, aku akan menambahkan sedikit pengakuan lagi sebelum cerita ini berakhir, bahwa untuk melupakanmu aku perlu belajar dengan sungguh-sungguh. Bisa kau lihat kan betapa kontradiksinya aku?
Meski kau dan aku sama-sama berprinsip untuk menjadi diri kita sendiri, terkadang aku ingin sejenak saja menjadi seperti kekasihmu yang saat ini. Oh, jangan... jangan... Lupakan atas nama segala Dewa Dewi yang terdaftar dalam buku mitologi yunani yang pernah kita baca bersama di apartemenmu. Aku harusnya bersyukur. Untuk semua biasa yang biasa kulakukan. Cukup kembali duduk diam di atas kursi yang menghadap taman rumahku di pagi hari, dalam kesunyian ini aku kembali menyesap secangkir kerinduanku padamu. Sayangnya, kau terlalu luar biasa untuk menjadi biasa, Biru.

P.S: Aku telah mencuci bersih cangkirku ke dalam wastafel setiap kali kusesap sebelum berangkat bekerja. Percayalah, aku baik-baik saja.


Kisah lamamu,
Kuning

Kado untuk Penggambar

ada decak kagum
bagi pelukis yang gambarnya
membuatku terbuai dan tersayup setiap kali kupandang
,mungkin

ada detik-detik untuk berpikir
pada setiap gambar yang kau gurat juga kau nikmati
hingga aku mencetak setiap karyamu dalam lembaran kertas
,mungkin

ada harap-harap bahagia
suatu kali penulis dan pelukis berasimilasi
juga berkontemplasi pada suatu karya
,mungkin

ada selamat ulang tahun
pada ucapan yang tertunda
atau (sengaja) terlambat dilakukan untukmu
,tidak mungkin

Untuk,
Dewangga Lidansyah, yang gambarnya selalu membuatku berhenti melakukan aktivitas sejanak dua jenak. Selamat ulang tahun Mr. Aqua-rius.