Ada banyak hal yang
membuat saya selalu suka bulan Desember. Pohon Natal, hari raya, Gereja bersama
keluarga, doa malam sebelum pergantian tahun, makan besar, kumpul saudara,
kumpul sahabat, dan bergadang di malam tahun baru. Ditambah lagi kakak saya
satu-satunya berulang tahun di tanggal 31 Desember dan dilanjutkan oleh Tante
saya yang berulang tahun tanggal 1 Januar. Semua keseruan itu buat saya masih
melekat tradisinya sampai hari ini. Meski keluarga besar kami berpencar di
sana-sini, setiap tahun kami pasti selalu berkumpul di rumah Nenek, tanpa
terkecuali.
Senin, 08 Desember 2014
Pesta Natal dan Tahun Baru
Selasa, 21 Oktober 2014
Pada Suatu Hari di Kuta
1
kamu pernah duduk menghadap
matahari kuta yang hampir terbenam
di sini, di atas pasir yang kududuki
kamu, dalam bayang tenggelam yang temaram
inikah pulau yang menginspirasimu?
dari nusa dua hingga lovina
ubud sampai kintamani lalu
kita berdua berbagi setiap jejak
aku mendengar setiap bisikkanmu
yang kautinggalkan pada
setiap bisik mengantarku
pada ketiadaanmu
tetiba kubuka hatimu berisi pasir
yang terbawa ke dalamnya
kugenggam halus kemudian terbangku
kembali pada suatu hari di kuta
2
suatu hari di kuta kamu
berbisik kepadaku tentang harta
karun di dalam hati, lalu kamu
mengajakku bertualang
menyusuri uluwatu yang damai
melihat gelegar samudera hindia
bercengkerama dengan ekor panjang
dan nikmatnya berjalan sepanjang ubud
suatu hari di kuta kamu
bercerita kepadaku tentang makna
hidup dan cinta dan jiwa dan
kehilangan, kamu lalu hilang
menyusuri senja yang dramatis
di bawah lembayung dan gugurnya
daun kemboja kamu berbisikku
suatu hari di kuta, kita berdua
jatuh cinta
Senin, 06 Oktober 2014
Kepada Gema-gema di Udara tentang Pesan yang Belum Tersampaikan
![]() |
Gunung Sikunir, Dieng, 2014 |
Aku tidak akan menanyakan apa kabar
kepadamu terlebih dahulu karena aku yakin kau akan selalu baik-baik saja. Sebab
tanpa perlu kau tahu, aku selalu mendoakan untuk kesehatanmu setiap malam.
Apa saja yang sudah terjadi ke dalam
hidupmu belakangan ini? Apa kabar Ibumu? Apa kabar adikmu? Bagaimana kehidupan
barumu?
Adakah kau memikirkan hal yang sama
tentangku, saat aku memikirkan tentangmu di waktu-waktu tertentu?
Aku selalu mengingat tentangmu saat
kita berdua duduk di atas bukit itu. Memandang lampu rumah penduduk seraya
kunang-kunang yang sedang bersemayam di lembah bukit. Atau ketika aku
mengantarmu ke rumah sakit saat kau tak berdaya setelah semalaman menggigil
karena disentri yang kau derita. Adakah yang lebih menyakitkan selain melihat
orang yang kaucintai menderita? Aku terbangun tengah malam, menggoyang tubuhmu
hanya agar aku tahu bahwa kau masih sadar. Aku keluar dari dalam selimut yang
membungkus kita berdua. Dengan celana pendek dan kaus tipis, aku menggigil kedinginan
di tengah malam dengan kabut pekat dari jendela kamarmu dan udara dingin yang
menusuk. Malam itu sepi, hanya ada suara menggigilmu yang menggugu dan juga
suara tanganku yang sedang sibuk menyobek plastik obat untukmu. Aku berjalan ke
sudut ruangan dan menyeduh segelas teh untukmu. Aku meletakkan gelas dan
sebutir obat demam di atas meja kopi milikmu, kukeluarkan jaket hangat dari
dalam tas milikku dan kubungkus dirimu di dalam sana. Agar kau sehangat berada
di dalam perut Ibu, berteman dengan amnion dan tembuni.
Malam semakin larut. Setelah
mengucapkan terima kasih dengan suara parau kau semakin lelap. Aku berusaha
memelukmu agar kau semakin hangat. Ketika cahaya matahari pagi menepuk lembut wajahku,
tanganmu yang sebesar gada yang biasanya merengkuhku masih membungkus tanganku.
“Kau membaca buku saja dari tadi?”
tanyanya.
“Membaca buku itu seperti bermimpi
dengan mata terbuka,” jawabku. “Kau sendiri selalu saja pergi berpetualang.”
“Berpetualang itu menjadikan kamu
pribadi yang lebih baik lagi. Suatu hari kau harus ikut bersamaku pergi.”
Aku memutar kedua bola mataku dan
melanjutkan bacaanku. Kita berdua tahu, aku tidak terlalu suka berpetualang dan
kau tidak tidak terlalu suka membaca buku.
Pesan ini belum juga sampai
kepadamu. Tentang isi hati yang sudah pasti, tapi belum juga kau tahu. Hanya
sekadar memastikan bahwa rasa yang merelung di dalam ini bukan sekadar teman
baik atau sahabat. Ini perasaan yang rasa-rasanya seperti: 1) Aku ingin menatap
kedua matamu setiap aku membuka mata di pagi hari; 2) Aku ingin menyadari bahwa
kedua tanganmu yang sebesar gada itu masih merengkuh kedua tanganku yang beku;
3) Aku ingin terbangun setiap malam saat kau menggigil dan memberimu segelas
air putih dan sebutir obat; 4) Aku ingin jadi orang pertama di rumah saat kau
pulang bekerja dari kantor (kepalaku akan menyembul dari balik tirai dapur saat
mencuci piring setiap kau berteriak, “Aku pulang….” 5) Aku ingin melihat wajahmu
yang disinari lampu-lampu rumah penduduk di atas bukit kota, sambil mendengar
kau bercerita tentang apapun. Asal itu kau, aku tidak akan bosan mendengarnya.
6) Aku ingin selalu berbeda dan berdebat denganmu. Sebab dengan begitu aku
merasa kepingan puzzle milikku ada
yang melengkapi. Setiap sudut hidupku akan lengkap dengan sudut hidupmu.
Kepada gema-gema di udara tentang pesan
yang belum tersampaikan. Aku tidak ingin kau menemukan surat ini dan menemukan
aku yang menulisnya. Biar saja kau tahu karena memang sudah waktunya kau untuk
tahu. Seperti kita yang saling menemukan di bawah kaki gunung Sikunir saat
festival Dieng beberapa waktu yang lalu tanpa kita harus saling tahu. Sebab kau
tak tahu aku sengaja pergi menyusulmu meski aku tidak suka mendaki gunung hanya
untuk melihat wajahmu.
Kau masih belum juga tahu. Biarkan gema-gema di atas pemukiman penduduk tertinggi di Pulau Jawa ini yang tahu,
yang menyimpan semua perasaanku yang belum juga sampai kepadamu.
Pada saat yang tepat, kau akan
mengetahuinya. Dan mungkin kita tak lagi sama.
P.S:
Aku masih ingat setiap milisekon saat aku dan kau saling bertatapan di kaki
Gunung Sikunir itu. Kau yang terkejut melihatku dengan pakaian lengkap mendaki
gunung dan aku yang terkejut melihatmu membawa buku dengan nama penulis dan
judul buku yang kutulis di dalam genggamanmu.
Senopati, 6 Oktober 2014
Selasa, 30 September 2014
Aku Ingin Pulang ke Rahim Ibu
Aku ingin pulang ke rahim ibu
aman dalam amnion
berteman tembuni, plasenta, ari-ari
aku hanya ingin pulang ke rahim ibu
kembali menjadi janin, bahkan embrio
kembali ke bulan ke-6, ke-3, pertama dalam kandungan
kembali menendang, berdenyut, lalu tenang
kembali ke kehidupan reinkarnasi sebelumnya
Aku ingin pulang ke rahim ibu
berteman aku dalam kesepian
ketika ramai orang di luar perut ibu menunggu
tiada tahu aku tidak ingin keluar berjalan
keluar menjadi bayi, remaja, manusia dewasa
keluar menghadapi problema, pilihan, keyakinan
keluar memilih cinta, harapan, luka, menang, asa
keluar dan kembali lagi ke jalan lain kehidupan
Cinere, 2013
Rabu, 10 September 2014
My First E-Book

![]() | |
BookLite dari Energizer |
Sebelum saya mengenal e-Book dan memilikinya dalam perangkat ponsel, saya memang selalu membaca langsung dari buku yang saya keluarkan dari dalam tas saat saya berada di mobil, kendaraan umum, atau saat traveling. Kadang memang terlalu repot, apalagi jika dimensi buku tersebut besar. Bagaimana cara saya membaca buku saat gelap? Saya rutin enam bulan sekali membeli booklite untuk menerangi mata saya saat harus membaca sebelum tidur. Jika saya sulit tidur, biasanya lampu kamar saya matikan, sementara saya membaca buku dalam gelap ditemani BookLite sampai saya kelelahan dan tertidur.
Semua kerepotan saya saat membaca dengan buku fisik dapat dengan mudah ditangkis dengan satu cara mudah: e-Book. Setelah memiliki beberapa buku di dalam ponsel, kini saya bisa membaca di mana pun dan kapan pun. Meski ada saat-saat tertentu saya membiasakan membaca dengan buku fisik. Seperti di kamar mandi saat ritual panggilan alam, saya pasti membaca buku fisik, saat rehat di kantor, juga saat di dalam mobil. Dengan e-Book saya gunakan jika saya pergi ke rumah seserang dan saya bosan, tentu akan sangat tidak sopan jika tiba-tiba saya membaca buku fisik. Saya tinggal membuka ponsel dan mulai membaca e-Book. Orang pasti akan menyangka saya sedang sibuk membalas WhatsApp atau membuka Path, padahal saya sedang membaca buku. Hehehe...
Pada akhirnya, memang tidak ada yang mengalahkan nikmatnya membaca langsung dari buku, tetapi dengan adanya e-Book saya bisa membaca dalam kondisi apapun. Saya kebetulan baru melihat toko buku elktronik ini di sebuah akun instagram, namanya ElectraBookStore. Silakan mampir. Di bawah ini saya sertakan infonya ya. Selamat membaca. :)
Instagram @electrabookstore
Twitter @electrabooks_
Line: electrabookstore
Whatsapp: +6282317643264
BBM: 29d3a51b
Whatsapp: +6282317643264
BBM: 29d3a51b
My Trip to Dieng Culture Festival 2014
Tahun
ini, saya belum traveling ke mana-mana. Rasanya sudah lama saya ingin liburan
dengan sahabat dari kampus, Medina dan Ari, karena kesibukan kami
masing-masing. Akhirnya kami sepakat untuk berwisata menggunakan paket tur
karena kekurangan waktu untuk mengurus segalanya sendiri dan lebih praktis.
Waktu kuliah, biasanya kami sering mengatur perjalanan kami hingga terperinci.
Karena saya sudah bekerja, pun dengan Medina sebagai produser di HardRock FM,
sementara Ari melanjutkan studinya di PascaSarjana UI, kami akhirnya mantap memutuskan
menggunakan paket tur untuk mengakomodasi liburan kami kali ini.


Meski
kami tidur di hotel, tapi tetap saja untuk hiking dan bepergian di alam bebas,
saya harus membawa barang-barang wajib ke dalam tas yang enak dibawa ke
mana-mana dan tetap ringan sebanyak apapun isi barang-barang bawaannya. Well,
at least, saya cukup puas dengan barang-barang bawaan saya. Cukup banyak, lebih
dari pas agaknya, dan yang pasti tidak akan kekurangan. Saya membawa tas yang
tangguh dipakai ke mana pun dan memiliki kapasitas banyak. Cocok untuk saya
yang sering pergi ke mana-mana. Apalagi saya menyukai perjalanan melintasi
alam. Saya masih ingat beli tas ini dari Zalora. Selain cukup terjangkau, yang paling penting dari tas ini adalah memuat banyak kapasitas. Sampai sekarang tas ini masih bisa saya pakai selain untuk traveling. Kadang suka saya bawa ke kantor jika butuh banyak barang bawaan atau hendak menginap di rumah teman hehe.
Langganan:
Postingan (Atom)