Life
After Campus
part
2
Tahun
2014 belum berakhir. Saya hanya ingin bercerita mengenai apa yang terjadi ke
dalam hidup saya akhir-akhir ini. Tahun ini adalah tahun saya banyak belajar
tentang kehidupan, baik pahit maupun manis.
Setelah lulus dari dunia kuliah bulan September tahun 2013 kemarin, saya memutuskan untuk bersenang-senang terlebih dahulu. Sebelum lulus bahkan saya sudah diterima bekerja di salah satu perusahaan trading dan forex di kawasan SCBD. Kemudian setelah menimbang-nimbang, saya menolak tawaran tersebut dan mengambil tawaran naik gunung bersama teman-teman kuliah saya. Rencananya kami akan mengenakan toga kami di atas Mahameru. Namun, rencana hanya tinggal rencana, bukan?
Setelah lulus dari dunia kuliah bulan September tahun 2013 kemarin, saya memutuskan untuk bersenang-senang terlebih dahulu. Sebelum lulus bahkan saya sudah diterima bekerja di salah satu perusahaan trading dan forex di kawasan SCBD. Kemudian setelah menimbang-nimbang, saya menolak tawaran tersebut dan mengambil tawaran naik gunung bersama teman-teman kuliah saya. Rencananya kami akan mengenakan toga kami di atas Mahameru. Namun, rencana hanya tinggal rencana, bukan?
Rencana menuju Semeru tetap
dilaksanakan. Kami bertolak dari Stasiun Senen dan berkenalan dengan
teman-teman sesama kampus yang beberapa belum saya kenal. Beberapa kali saya
sudah pernah naik kereta menuju Malang, tetapi kali ini berbeda. Saya bukan
berlibur untuk mendapatkan kenyamanan. Saya malah berlibur untuk naik gunung,
keluar dari zona nyaman saya, mendapatkan pengalaman baru. Saya baru pernah
melakukan perjalanan panjang dengan empat orang di dalam rombongan: Kak Ojan,
Sopa, Rista, dan Tika. Empat orang ini bersama saya pernah mengikuti pelatihan
militer di Marinir, Cilandak, sebagai persiapan untuk mengabdi di pulau
terdepan dalam program Kuliah Kerja Nyata dari almamater kampus kami. Kami
berlima menuju pulau-pulau kecil di Kalimantan. Beberapa sisanya adalah teman
kampus yang belum pernah berjalan bersama saya sejauh ini.
Sampai
di Malang, kami naik sebuah mobil menuju Tumpang, lalu dilanjutkan dengan
menyewa sebuah jeep lagi ke Desa Ranu Pani. Sepanjang perjalanan saya mengingat
semua yang lihat, saya rasakan, ke dalam hati saya. Kami melewati pemandangan Gunung
Bromo, sempat berhenti sebentar, lalu kembali berceloteh tentang betapa
hebatnya film 5cm. Kami mengobrol satu sama lain, saling berkenalan dan
bercanda. Sampai di Ranu Pani, kami melanjutkan perjalanan untuk membayar tanda
masuk dan beristirahat sejenak di sebuah kedai. Hari hampir malam, gelap mulai
terasa saat kami memutuskan berjalan menuju Ranu Kumbolo. Sebelum memasuki
gerbang perjalanan, saya mendongak ke atas dan melihat sebuah bintang jatuh.
Saya memasukkan tangan ke dalam saku dan berharap penuh untuk karier menulis
saya ke depannya. Sambil menunggu kawan-kawan kami mengurus tanda masuk yang
sepertinya belum ada keputusan yang baik dari phak Taman Nasional, saya duduk
bersandar pada carrier saya sambil menatap langit malam yang jernih di atas
kepala saya, siapa tahu ada…. bintang jatuh baru saja jatuh untuk kedua
kalinya. Dan ketika saya berjalan melangkah ke Ranu Kumbolo, bintang yang
ketiga jatuh kembali.
Satu
hal yang pasti selama perjalanan saya menuju Gunung Semeru: perjuangan. saya
betul-betul berjuang untuk terus berjalan dengan memanggul beratnya carrier di
atas pundak saya. Sampai kami bermalam di Ranu Kumbolo, melewati Bukit Cinta,
melewati padang Ora-Ora Ombo, terus sampai ke Kalimati. Pergelangan kaki saya
sempat terluka dalam sehingga sesekali saya berjalan dengan diseret atau
melompat, belum lagi ditambah udara dingin yang kadang membuat saya ngilu
karenanya.

*
* *
Apa
hal yang relevan dari perjalanan saya menuju Semeru adalah kesamaan dengan
perjalanan saya merintis karier di sebuah perusahaan media. Saya masuk ke dalam
dunia baru: dunia kerja. Ini adalah kehidupan baru saya setelah keluar dari almamater
kampus. Teman-teman baru, tugas baru, dan tujuan baru. NET TV adalah tempat
saya saling memilih dan dipilih bagi saya untuk belajar keluar dari zona
nyaman.
Menulis
tetap saya kerjakan sebab saya sudah memiliki jejak karier di dunia yang
membasarkan nama saya sebagai penulis. Saya masih tetap menulis novel dan
kontrak menulis dengan beberapa penerbit juga masih ada. Saya masih menyanggupi
untuk menghadiri talkshow di radio-radio, festival buku, atau undangan kumpul
penulis untuk berbagi cerita tentang wawasan menulis atau bahkan cerita-cerita
ringan.
Apa
yang saya dapatkan dengan hidup di dunia kerja? saya belajar sabar, saya
belajar memahami karakter manusia, saya belajar tekun, dan saya belajar untuk
menyukai hal yang saya kerjakan. Posisi saya sebagai kreatif memaksa saya untuk
bekerja serabutan. Tiga bulan pertama saya menjadi reporter untuk sebuah
program News Entertainment. Tiga bulan kedua saya menjadi kreatif yang menulis
skrip dan talent coordinator. Triwulan kedua ini adalah saat-saat di mana pergelanagan
kaki saya seketika terluka, tidak mampu melanjutkan berjalan lagi menuju
puncak, dan memutuskan berhenti. Di
Semeru, saya menyadari bahwa ada saatnya ketika pertama kali memutuskan untuk
keluar dari zona nyaman, saya merasa gagal di bagian tertentu di tengah-tengah
perjalanan. Maka, saya memutuskan berhenti ketika saya sadar saya berada di
sebuah UGD rumah sakit karena kelelahan bekerja. Saat itu Semesta menyuruh saya
untuk berhenti. Saya benar-benar berhenti sesaat.
*
* *
Jeda
libur tiga bulan saya lakukan dengan mengambil tawaran untuk pindah ke sebuah
penerbit yang saya impikan. Saya hampir memutuskan untuk menjadi penulis penuh
waktu sebelum akhirnya sadar, saya tidak bisa sepenuhnya bebas. Saya harus
bekerja di bidang yang saya sukai. Kini, sambil menulis saya bekerja kembali di
sebuah perusahaan advertising sebagai penulis konten di daerah Senopati. Ini
adalah bagian dalam perjalanan saya dari kehidupan baru pascakuliah. Saya punya
keyakinan bahwa apa yang saya jalani adalah jalan saya menuju puncak. Sebab,
suatu hari, saya akan kembali dan berada di Mahameru.