Rabu, 01 Februari 2017

Punya Pacar, Harus?

Halo, generasi milenials! Apa kabar? Masih sibuk berkarya atau sibuk galau? 

Udah lama kayaknya gue nggak nulis tentang buah pikiran, ciye buah pikiran.

Suatu hari setelah pulang dari studio DJ Winky di Kemang untuk proyek shooting video baru di Youtube, Ibe bertanya kepada gue saat gue sedang menyetir. Pertanyaannya begini, “Kak, lo bisa bertahan hidup nggak tanpa pacar?”

Gue jawab dengan lantang: bisa banget!

“Kenapa, Kak?”

Lalu gue jelaskan kira-kira begini, tanpa pacar mungkin hidup gue akan jauh lebih mudah, dalam artian gue nggak perlu mikir dia sedang apa dan di mana, memastikan dia udah makan atau belum, lala lili segala macam. Saat ini yang harus gue bahagiakan cuma orangtua gue aja. 

Ketika gue sudah punya pacar, gue punya tanggung jawab untuk ngajak dia bareng-bareng berjalan menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelum dia sama gue. Vice versa. Gue juga berharap dengan bersamanya, gue akan jadi pribadi yang jauh lebih baik lagi. Buat gue itu udah harga mati saat memutuskan untuk berhubungan.

Setiap berpacaran gue selalu berusaha membuat hubungan itu ada tujuannya, ada hal yang baik dan berguna untuk kami berdua. Bahan bakarnya rasa cinta yang kami berdua punya. Klise, tapi ya memang itu kenyataannya. Gue nggak melihat tujuan pacaran yang lain.

Ibe lalu bertanya lagi begini, “Kenapa, Kak, lo bisa suka sama seseorang?”

Ibe ini emang agak suka buat pertanyaan-pertanyaan dalam yang kalau gue jawab bisa sampai subuh.

Buat gue kira-kira begini, gue sendiri nggak punya tipe khusus kenapa gue suka sama seseorang. Ibaratnya kalau gue suka sama seseorang karena dia rupawan, tajir, atau pintar, maka suatu hari kalau dia ketabrak sama kendaraan di jalan lalu mukanya hancur, amnesia, dan uangnya habis buat bayar rumah sakit, selesai nggak tuh kira-kira rasa cinta yang gue bangun sebagai alasan pertama gue suka sama dia? 

Alasan kenapa gue cinta sama seseorang sederhana aja: gue nggak tahu kenapa gue mau sejajar seiringan berjalan sama dia.

Musti diingat nih, ya, buat anak-anak milenial semuanya (buat gue juga berarti), memiliki hubungan itu udah sepaket sama rasa sedih dan sakit yang mungkin akan terjadi selama lo berpacaran. Ga ada sih hubungan yang baik-baik aja menurut gue, pasti ada aja goresannya. 

Gini, lo dari kecil sampai lo besar sama keluarga lo pasti nggak mungkin kan nggak ada argumen sama bokap, nyokap, kakak, dan adik? Pasti ada, karena lo nggak seratus persen punya sifat dan karakter yang sama kayak mereka.

Itu baru keluarga lo yang katanya dihubungkan karena darah dan daging yang sama. Nah, ini, pacaran. Lo baru kenal berapa lama? Setahun? Dua tahun? Atau baru kemarin dari Tinder, dan elo pada berharap punya jalinan kasih antara insan manusia dalam berpacaran yang baik-baik aja? Paling banter lo bisa  nggak beda pendapat berapa lama coba?

Jadi balik lagi ke pertanyaan awal kira-kira harus nggak punya pacar?

Jawabannya: harus.

Gue memang bisa bertahan hidup tanpa seseorang di samping gue. Gue bisa ngebayangin di sisa hidup gue, gue cuma harus bahagiain bokap nyokap aja, menjadi penulis dan pekerja kantoran yang baik. Namun, nyatanya gue butuh seseorang untuk menjadi teman hidup yang sangat istimewa. Gue butuh dia untuk membuat gue menjadi manusia yang lebih baik, tentunya dengan value yang dia miliki. Gue pun dengan value yang gue miliki, gue butuh untuk membangun seseorang menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Malah, melihatnya menjadi lebih baik akan menjadi kesenangan buat gue. Gue pengen gue dan partner gue (pacar masa depan, halo!) menjadi pasangan yang kuat nantinya. 

Lebih jauh lagi, gue butuh teman hidup yang setiap hari mau gue lihat wajahnya setiap gue bangun tidur di pagi hari, menyiapkannya sarapan, berkelana ke tempat baru yang belum pernah gue temui, hadir di hari-hari besar dalam hidupnya, bahkan ada di sana untuk membantunya saat kesulitan. Gue mau melakukan hal itu bersama orang yang gue cintai.

Ya, lo harus punya pacar, untuk membuat hidup lo merasa penuh.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar