Jumat, 07 Juli 2017

Wawancara Proses Menulis Kreatif (2)

1.      Mengapa Anda ingin menjadi seorang penulis?

Ini pertanyaan yang banyak sekali ditanyakan setiap saya mengisi seminar menulis atau sekadar talkshow. Kenapa saya mau jadi penulis? Alasannya karena saya nggak tahu. Sama seperti jatuh cinta. Kalau kita punya alasan kenapa kita mencintai orang tersebut, misalnya, karena dia baik, cerdas, cantic atau tampan. Suatu hari ketika orang tersebut tidak lagi baik, cerdas, dan meluntur ketampanan atau kecantikannya, maka selesai juga rasa cinta kita kepada orang tersebut. Buat saya, alasan kenapa kita bisa jatuh cinta sama seseorang adalah karena kita nggak tahu kenapa. Jatuh nggak butuh alasan, itu terjadi begitu saja. Karena jawaban nggak tahu itu yang mau membuat saya mau terus menulis. Saya nggak tahu apa yang akan terjadi ke depan, tapi ketidaktahuan itu yang membuat saya mau terus menerus mencintai dunia menulis.


2.      Ceritakan sedikit mengenai perjalanan Anda menjadi penulis, awal mula mulai menulis hingga saat Anda berhasil menerbitkan buku pertama. 

Mulanya dari kecil saya menulis di buku harian. Ketika SMP, kebiasaan menulis itu jadi meningkat ke tahap menulis cerpen. Bisa dibilang waktu SMP saya sangat meledak-ledak untuk membaca banyak literasi. Saat itu, saya dibimbing oleh guru Bahasa Indonesia dalam menulis cerpen. Setiap satu cerpen selesai, saya selalu meminta penilaian beliau. Berlanjut terus sampai kuliah, saya mengambil jurusan Sastra Indonesia di Universitas Indonesia untuk memperdalam dunia menulis. Saat itu saya dibimbing oleh seorang editor dari penerbit Gagas Media bernama Christian Simamora yang saya panggil Abang. Bersama Abang, jalan saya tidak mudah. Sebelum bertemu Abang, saya pernah ditolak oleh tujuh penerbit. Bersama Abang, saya harus membaca 40 novel sebagai referensi, belajar menulis novel dari dasar, lalu harus menunggu 1,5 tahun sampai buku pertama saya diterbitkan.

Sampai sekarang saya masih suka bertanya-tanya kepada diri saya, apa jadinya jika saat itu saya menyerah di penerbit keempat atau kelima. Apa jadinya jika saya memutuskan untuk berhenti di tengah jalan, mungkin saya tidak akan pernah menjawab pertanyaan wawancara ini. :D



3.      Bagaimana perasaan Anda saat menulis?

Buat saya, membaca itu seperti menarik napas, sementara menulis seperti mengembuskan napas. Saya harus melakukan keduanya agar tetap hidup.

Saya percaya bahwa saya seorang ambivert. Pekerjaan saya adalah seorang PR Manager dan mengharuskan saya menjadi people person (baca: ekstrover). Sementara, ketika saya menulis atau membaca, saya nyaman menjadi diri saya, menjadi kesepian di tengah kedai kopi yang ramai dan sibuk. Saya nyaman menjadi dua pribadi tersebut dan hal itu membuat saya terus “hidup” sampai sekarang.

4.      Bagaimana perasaan Anda saat buku pertama Anda diterbitkan?

Nggak bisa saya tuliskan di sini. Antara terharu, bahagia, excited, juga khawatir kalau-kalau masyarakat mungkin nggak suka dengan isi buku saya. Waktu awal melihat buku pertama saya dipajang di rak toko buku, saya suka berlama-lama dan memperhatikan dari jauh orang-orang yang sedang melihat buku saya, memegang, membaca sinopsis, dan bahkan mengernyitkan wajahnya mungkin karena membaca nama saya yang masih baru di dunia penulisan. Lama-lama saya terbiasa dengan hal itu dan sampai sekarang masih tetap menyenangkan melihat buku saya dibawa ke kasir oleh pembaca, melihat buku saya dibaca di kedai kopi dan menyaksikan ekspresinya membaca isi buku saya. 😊

5.      Buku seperti apakah yang pernah Anda tulis?

Novel remaja hubungan ayah dan anak perempuannya yang cukup rumit dalam novel Percaya, ini masuk ke dalam genre coming-of-age. Novel kedua, Travel in Love, tentang pencarian jati diri seorang remaja perempuan dengan cara berkelana dari satu kota ke kota lain. Novel ketiga, Thy will be Done, bergenre Christian-Romance, tentang kisah cinta pemudi yang rebel dengan seorang pemuda yang religius. Buku keempat, Kepada Gema, tentang kisah cinta dua jiwa tentang janji dan melupakan. Tokoh utama di buku keempat ini mengidap penyakit PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorder).

6.      Apa yang menjadi inspirasi Anda dalam menulis buku?

Apapun bisa menjadi inspirasi. Novel pertama saya, Percaya, merupakan percampuran inspirasi ketika saya membaca novel Looking for Alibrandi dari Melina Marchetta dan juga Luna karangan Julie Anne Pieters. Novel kedua, Travel in Love, terinspirasi ketika saya sendiri melakukan solo traveling pertama saya ke Jogja, Solo, dan Malang saat saya berumur 19 tahun. Novel Thy Will be Done adalah hasil renungan saya tentang kehidupan pasangan pemuda dan pemudi Kristen yang hidup di Jakarta. Novel Kepada Gema saya dapatkan inspirasinya ketika saya sedang membaca ulasan tentang penderita Post Traumatic Syndrom Disorder (PTSD), lalu saya mulai melakukan riset dan tertarik menjadikan tokoh penderita gangguan tersebut sebagai cerita utama saya.

Di luar itu semua, saya percaya apapun bisa menjadi inspirasi. Untuk membuat satu buku diperlukan banyak sekali inspirasi dalam membuat alur, bab per bab, nyawa untuk tokohnya. Jadi sebenarnya buat saya besar atau kecil inspirasi itu penting sekali dan bagaimana penulis harus rajin menyimpan tiap inspirasi itu dengan rapi dan teliti.

7.      Siapa penulis kesukaan Anda?

Saya lebih banyak menyukai penulis-penulis Jepang seperti Banana Yoshimoto (Kitchen), Haruki Murakami (Hear the Wind Sing dan Norwegian Wood), Shoko Tendo (Yakuza), Tetsuko Kuroyanagi (The Little Girl at the Window), Yasunari Kawabata (Snow Country). Penulis-penulis Jepang, mereka punya ciri khas selalu menulis dengan hati. Tidak semua novel-novel Jepang bagus, tapi setidaknya menulis buat mereka adalah menyampaikan isi hati, dan bagi saya sudah cukup.

Di Indonesia, penulis favorit saya adalah Dewi Dee Lestari dan Nh. Dhini. Untuk penulis luar saya menyukai Jodi Picoult dan Jojo Moyes.

8.      Apa harapan Anda terhadap pembaca Anda? Apakah ada pelajaran ataupun pemahaman khusus?

Dari banyaknya keinginan saya yang sudah terwujud (best seller, novel akan difilmkan, cetak ulang, talkshow kota ke kota), satu yang pasti, saya ingin sekali pembaca saya mendapat sensasi membaca dan merasakan hal yang sama ketika saya menulisnya. Jika pembaca ikut menangis atau tertawa, buat saya, tujuan saya sudah terpenuhi.

9.      Apa rencana Anda kedepannya? Apakah akan terus menulis? Buku seperti apa yang ingin Anda tulis berikutnya?

Tentu, menulis sudah pasti, tapi akan menulis apa, saya benar-benar terbuka untuk belajar lebih banyak lagi. Ke depan saya sudah dikontrak oleh dua penerbit berbeda untuk menghasilkan masing-masing satu novel. Mungkin akan terbit di awal tahun depan. Buku kelima konsepnya akan seperti novel pertama dan kedua, ruang lingkupnya remaja. Buku keenam, saya keluar dari zona nyaman dan akan mengukuhkan diri menjadi penulis di genre urban-romance untuk waktu yang lama.

10.  Sebutkan beberapa judul buku yang sudah Anda tulis sebelumnya.
Percaya – Gagas Media (2012)
Travel in Love – NouraBooks (2013)
Thy Will be Done – Gramedia (2015)
Kepada Gema – Gramedia (2016)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar