1.
Mengapa
Anda ingin menjadi seorang penulis?
Ini pertanyaan yang banyak sekali
ditanyakan setiap saya mengisi seminar menulis atau sekadar talkshow. Kenapa
saya mau jadi penulis? Alasannya karena saya nggak tahu. Sama seperti jatuh
cinta. Kalau kita punya alasan kenapa kita mencintai orang tersebut, misalnya,
karena dia baik, cerdas, cantic atau tampan. Suatu hari ketika orang tersebut
tidak lagi baik, cerdas, dan meluntur ketampanan atau kecantikannya, maka
selesai juga rasa cinta kita kepada orang tersebut. Buat saya, alasan kenapa
kita bisa jatuh cinta sama seseorang adalah karena kita nggak tahu kenapa.
Jatuh nggak butuh alasan, itu terjadi begitu saja. Karena jawaban nggak tahu itu
yang mau membuat saya mau terus menulis. Saya nggak tahu apa yang akan terjadi
ke depan, tapi ketidaktahuan itu yang membuat saya mau terus menerus mencintai
dunia menulis.
2.
Ceritakan
sedikit mengenai perjalanan Anda menjadi penulis, awal mula mulai menulis
hingga saat Anda berhasil menerbitkan buku pertama.
Mulanya dari kecil saya menulis di
buku harian. Ketika SMP, kebiasaan menulis itu jadi meningkat ke tahap menulis
cerpen. Bisa dibilang waktu SMP saya sangat meledak-ledak untuk membaca banyak
literasi. Saat itu, saya dibimbing oleh guru Bahasa Indonesia dalam menulis
cerpen. Setiap satu cerpen selesai, saya selalu meminta penilaian beliau.
Berlanjut terus sampai kuliah, saya mengambil jurusan Sastra Indonesia di Universitas
Indonesia untuk memperdalam dunia menulis. Saat itu saya dibimbing oleh seorang
editor dari penerbit Gagas Media bernama Christian Simamora yang saya panggil
Abang. Bersama Abang, jalan saya tidak mudah. Sebelum bertemu Abang, saya
pernah ditolak oleh tujuh penerbit. Bersama Abang, saya harus membaca 40 novel
sebagai referensi, belajar menulis novel dari dasar, lalu harus menunggu 1,5
tahun sampai buku pertama saya diterbitkan.
Sampai sekarang saya masih suka
bertanya-tanya kepada diri saya, apa jadinya jika saat itu saya menyerah di
penerbit keempat atau kelima. Apa jadinya jika saya memutuskan untuk berhenti
di tengah jalan, mungkin saya tidak akan pernah menjawab pertanyaan wawancara
ini. :D
3.
Bagaimana
perasaan Anda saat menulis?
Buat saya, membaca itu seperti
menarik napas, sementara menulis seperti mengembuskan napas. Saya harus
melakukan keduanya agar tetap hidup.
Saya percaya bahwa saya seorang
ambivert. Pekerjaan saya adalah seorang PR Manager dan mengharuskan saya
menjadi people person (baca: ekstrover). Sementara, ketika saya menulis atau
membaca, saya nyaman menjadi diri saya, menjadi kesepian di tengah kedai kopi
yang ramai dan sibuk. Saya nyaman menjadi dua pribadi tersebut dan hal itu
membuat saya terus “hidup” sampai sekarang.
4.
Bagaimana
perasaan Anda saat buku pertama Anda diterbitkan?
Nggak bisa saya tuliskan di sini.
Antara terharu, bahagia, excited, juga khawatir kalau-kalau masyarakat mungkin
nggak suka dengan isi buku saya. Waktu awal melihat buku pertama saya dipajang
di rak toko buku, saya suka berlama-lama dan memperhatikan dari jauh
orang-orang yang sedang melihat buku saya, memegang, membaca sinopsis, dan
bahkan mengernyitkan wajahnya mungkin karena membaca nama saya yang masih baru
di dunia penulisan. Lama-lama saya terbiasa dengan hal itu dan sampai sekarang
masih tetap menyenangkan melihat buku saya dibawa ke kasir oleh pembaca,
melihat buku saya dibaca di kedai kopi dan menyaksikan ekspresinya membaca isi
buku saya. 😊
5.
Buku
seperti apakah yang pernah Anda tulis?
Novel remaja hubungan ayah dan anak
perempuannya yang cukup rumit dalam novel Percaya, ini masuk ke dalam genre
coming-of-age. Novel kedua, Travel in Love, tentang pencarian jati diri seorang
remaja perempuan dengan cara berkelana dari satu kota ke kota lain. Novel
ketiga, Thy will be Done, bergenre Christian-Romance, tentang kisah cinta
pemudi yang rebel dengan seorang pemuda yang religius. Buku keempat, Kepada
Gema, tentang kisah cinta dua jiwa tentang janji dan melupakan. Tokoh utama di
buku keempat ini mengidap penyakit PTSD (Post Traumatic Syndrome Disorder).
6.
Apa
yang menjadi inspirasi Anda dalam menulis buku?
Apapun bisa menjadi inspirasi. Novel
pertama saya, Percaya, merupakan percampuran inspirasi ketika saya membaca
novel Looking for Alibrandi dari Melina Marchetta dan juga Luna karangan Julie
Anne Pieters. Novel kedua, Travel in Love, terinspirasi ketika saya sendiri
melakukan solo traveling pertama saya ke Jogja, Solo, dan Malang saat saya
berumur 19 tahun. Novel Thy Will be Done adalah hasil renungan saya tentang
kehidupan pasangan pemuda dan pemudi Kristen yang hidup di Jakarta. Novel Kepada
Gema saya dapatkan inspirasinya ketika saya sedang membaca ulasan tentang
penderita Post Traumatic Syndrom Disorder (PTSD), lalu saya mulai melakukan
riset dan tertarik menjadikan tokoh penderita gangguan tersebut sebagai cerita
utama saya.
Di luar itu semua, saya percaya
apapun bisa menjadi inspirasi. Untuk membuat satu buku diperlukan banyak sekali
inspirasi dalam membuat alur, bab per bab, nyawa untuk tokohnya. Jadi
sebenarnya buat saya besar atau kecil inspirasi itu penting sekali dan bagaimana
penulis harus rajin menyimpan tiap inspirasi itu dengan rapi dan teliti.
7.
Siapa
penulis kesukaan Anda?
Saya lebih banyak menyukai
penulis-penulis Jepang seperti Banana Yoshimoto (Kitchen), Haruki Murakami (Hear
the Wind Sing dan Norwegian Wood), Shoko Tendo (Yakuza), Tetsuko Kuroyanagi (The
Little Girl at the Window), Yasunari Kawabata (Snow Country). Penulis-penulis
Jepang, mereka punya ciri khas selalu menulis dengan hati. Tidak semua
novel-novel Jepang bagus, tapi setidaknya menulis buat mereka adalah
menyampaikan isi hati, dan bagi saya sudah cukup.
Di Indonesia, penulis favorit saya
adalah Dewi Dee Lestari dan Nh. Dhini. Untuk penulis luar saya menyukai Jodi
Picoult dan Jojo Moyes.
8.
Apa
harapan Anda terhadap pembaca Anda? Apakah ada pelajaran ataupun pemahaman
khusus?
Dari banyaknya keinginan saya yang
sudah terwujud (best seller, novel akan difilmkan, cetak ulang, talkshow kota
ke kota), satu yang pasti, saya ingin sekali pembaca saya mendapat sensasi
membaca dan merasakan hal yang sama ketika saya menulisnya. Jika pembaca ikut
menangis atau tertawa, buat saya, tujuan saya sudah terpenuhi.
9.
Apa
rencana Anda kedepannya? Apakah akan terus menulis? Buku seperti apa yang ingin
Anda tulis berikutnya?
Tentu, menulis sudah pasti, tapi
akan menulis apa, saya benar-benar terbuka untuk belajar lebih banyak lagi. Ke
depan saya sudah dikontrak oleh dua penerbit berbeda untuk menghasilkan
masing-masing satu novel. Mungkin akan terbit di awal tahun depan. Buku kelima
konsepnya akan seperti novel pertama dan kedua, ruang lingkupnya remaja. Buku
keenam, saya keluar dari zona nyaman dan akan mengukuhkan diri menjadi penulis
di genre urban-romance untuk waktu yang lama.
10.
Sebutkan
beberapa judul buku yang sudah Anda tulis sebelumnya.
Percaya –
Gagas Media (2012)
Travel
in Love – NouraBooks (2013)
Thy
Will be Done – Gramedia (2015)
Kepada
Gema
– Gramedia (2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar