
Saya mengenal betul
ketika pembaca saya mengatakan bahwa buku pertama dan buku kedua cukup berbeda.
Banyak pembaca mengatakan bahwa di buku kedua saya mulai bertumbuh, pun dengan
pembaca. Saya dan kalian sama-sama bertumbuh bersama. Beberapa dari pembaca
saya bahkan mulai beranjak menjadi penulis dan saya bahagia begitu menyadari
bahwa dulunya mereka pernah membaca novel yang saya tulis. Saya menyadari
dengan bertumbuhnya usia dan banyak yang telah saya lihat serta alami, saya
ingin belajar banyak hal dan terus mencari formula yang tepat untuk memuaskan
pembaca dan terutama diri saya sendiri. Formula tersebut saya temukan ketika
saya menulis buku ketiga. Buku ketiga yang saya tulis tentang Christian Romance
adalah pemanasan sebelum saya serius menulis di genre Metropop. Novel keempat
saya adalah murni Metropop dengan sedikit formula baru yang saya terapkan.
Novel keempat yang telah saya tulis adalah hasil latihan dari novel ketiga. Dua
draft tersebut telah saya serahkan ke meja redaksi Gramedia Pustaka Utama,
rumah baru saya sebagai penulis. Saya dan Ci Hetih, editor senior akuisisi di
GPU, kami terlibat dalam proses saling menemukan dan ditemukan. Pada akhirnya
saya berujung untuk menetap di GPU sebagai rumah kreativitas. Hasil eksekusi
ide-ide saya di sepanjang jalan di dalam mobil, melamun, patah hati, semua hal
tersebut saya kumpulkan di GPU.
Lalu
mengapa novel kelima ini adalah novel teenlit terakhir saya? Saya menyadari merasa
nyaman menulis Metropop di buku ketiga dan keempat. Namun, saya sadar
kenyamanan saya harus sedikit diusik. Saya sadar bahwa selanjutnya saya ingin
terus menulis Metropop. Di novel kelima ini saya mau sedikit keluar dari zona
nyaman saya sebelum saya kembali bersenang-senang memberi kejutan untuk pembaca
saya, teman sesama penulis, dan juga editor. Sejak dulu ketika saya masih
berguru kepada Abang tercinta (Christian Simamora) saya pernah melontarkan
untuk menulis novel bagi banyak anak muda yang ingin menjadi penari. Buku ini akan
menjadi guideline untuk menari bagi
mereka dalam balutan cerita fiksi. Saya tidak akan cerita lebih banyak, tapi
intinya cerita ini akan dimulai oleh seorang penari remaja yang memulai karier
menarinya sejak SMA dan mengalami titik balik dalam memperjuangkan apa yang ia
yakini sebagai masa depannya.
Untuk
kali ini, saya nggak punya ambisi berlebih selama menulis. Saya percaya bahwa
ide yang seringkali menghampiri saya untuk menuliskan kisahnya. Kepala, hati,
dan tangan saya hanya dipinjam dalam periode tertentu selama menulis kisah yang
ingin ide itu sampaikan. Saya merasa berkewajiban untuk menuntaskannya sesegera
mungkin. Terlebih bahwa plot novel kelima ini sudah disetujui dan akhir Maret
adalah garis mati terakhir saya menyerahkan draft
awal cerita ini.

Draft
novel ini juga cukup mendistrak saya dari zona nyaman karena saya harus
pandai-pandai mencari waktu menulis di sela kegiatan saya yang semakin pelik
baik di kantor dan di luar kantor. Meski saya sadari kegiatan rutin di luar
kantor menyita banyak waktu, tapi saya sungguh-sungguh menikmatinya. Tahun ini
adalah tahun yang baik untuk menikmati segala bentuk kebahagiaan ini, saya
sungguh bersyukur diberi kesempatan luar biasa menjadi seorang seorang penulis.
Saya ingin pembaca merasakan segala kebahagiaan yang saya rasakan menjadi
seorang penari di novel kelima ini. Sekali lagi bahwa saya ingin bertumbuh
dengan pembaca saya. Novel kelima ini, kali ini dengan penuh rasa senang saya
tuliskan bahwa, novel kelima yang sedang saya tulis adalah novel teenlit
terakhir saya. :)