Jumat, 09 Maret 2012

Cerita tentang Taman

Di taman itu, pernah kau bisikkan rahasia kehidupan: tentang hati, harapan, kehidupan, mimpi, dan masa depan. Lalu kita bicara banyak tentang hari-hari yang kau lalui di kampus, rumah, perpustakaan, toko buku, dan danau tempatmu biasa menggambar.

Aku kemudian membentangkan cerita tentang rumah, kantor, pantai, kehidupan malam, suara laut, dan segala ingar bingar tenggat waktu tempatku biasa membuang segala rinduku tentangmu. Maafkan aku sayang, kutahu rasa rinduku terhadapmu tidak boleh dibuang, tapi semakin memikirkan tentangmu, yang kulakukan hanya ingin terus menghabiskan waktuku untuk giat bekerja.

Malam hari, adalah waktu yang paling menyebalkan dalam kurun waktu kehidupan di Indonesia tengah ini. Memikirkanmu membuatku selalu ingin menggambar di buku sketsa yang selalu kau rebut sedatangnya kau dari Jakarta ke pulau ini. Aku selalu ingin mengajarimu menggambar namun kau selalu menolak. Kau bilang gambar terbaik yang dihasilkan di atas kertas semata hanya karena kemurnian jiwa si penggambar. Tapi, kau selalu bilang akulah penggambar hati di dalam hidupmu. Mengingat wajahmu dalam malam-malam sepiku saat kau mengatakan itu selalu ingin membuatku memelukmu semakin dalam. Kamu, penulisku, maukah kamu sekadar datang malam ini, atau kita kembali ke taman tempatku dan kamu sama-sama menggambar kemarin dulu?

Aku masih ingat kau pernah bilang bahwa kau tidak peduli tahun ini akan kiamat atau apa, karena kaubilang, kau sudah miliki dua hal istimewa di dalam hidpumu. Satu, kamu miliki buku pertamamu yang telah terbit (aku masih ingat kau teriak kegirangan di toko buku di kotaku ini kemudian kau tidak peduli pada mata orang-orang yang memandang kebingungan ke arah kita berdua). Dua, saat kau tiada henti tersenyum di atas pasir Pantai Kuta, tersenyum memandangi ombak di depanmu, juga bukumu di genggamanmu, dan aku di sampingmu, kaubilang kau bahagia miliki aku di dalam hidupmu. Kubilang padamu, besok aku hendak mengajakmu kembali ke taman tempat kita sibuk dengan pikiran dan buku sketsa masing-masing. Kamu tersenyum, lalu mencium pipiku dalam-dalam.

***

Aku sedang menikmati senja di sebuah taman di negara Singapura saat aku memandang lagi gambar yang kaubuat untukku terakhir kalinya. Aku tidak tahu kau berada di mana, di dewata yang sesungguhnya? Di dalam nirwana yang penuh awan-awan buih serupa kapas, atau serupa bulu-bulu domba australia seperti katamu. Aku percaya kau telah sampai di negeri awan, meskipun kau tidak percaya dosa, kau percaya pada karma-karma yang baik. Kau telah banyak menabung karma-karma suci di hatiku, di hati semua orang yang kau senyumi, di hati orang tuamu, juga di mana kini angin membawa kecupan manis dan kehangatanmu.

Maafkan aku karena merusak gambar yang kubuat untukmu dengan dua titik airmata yang menempel di atasnya. Nanti, ketika sampai di atas nisanmu, kuharap kau tidak marah akan gambarku ini. Kuharap kau menyukainya, sebab kali ini aku sudah menepati janjiku untuk menggambar taman di negeri singa ini dengan sepenuh jiwaku dan seluruh ingatan hatiku tentang kamu.




2 komentar:

  1. Bagus, dengan ilustrasi gambar yang pas. Keduanya pas, seimbang. Sukses buat bukunya Go.

    BalasHapus