#MentoringMoka
Keping 1
Lama
tidak berjumpa untuk menulis di blog ini? Apa kabar? Saya tahu betul kalau blog
ini kini penuh dengan sarang laba-laba. Dari beberapa bulan terakhir menjelang
tahun 2014 hingga sekarang baru saya “membersihkan” blog ini dari debu dan
sarang laba-laba. Ada banyak sekali cerita, pengalaman, dua kali putus hubungan
dengan dua orang (boleh kan sambil curhat? :DD), dan juga terlalu banyak tawa
dan tangis yang saya lewati selama tidak menulis di blog ini.
Mulai
saat ini saya akan menulis di blog setidaknya dua minggu sekali karena sebuah
insiden. Pelaku insiden itu adalah saya sendiri yang mengambil sebuah keputusan
yang berdampak pada dua hal: keluar dari kantor dan memutuskan menulis dengan
dimentori seseorang yang saya inginkan menjadi mentor menulis saya sejak lama. Daripada
terlalu banyak bridging di dalam post ini lebih baik langsung saya ceritakan
ya. J
Hampir
semua orang tahu bahwa kita baru merasa kita ternyata menginginkan sesuatu
justru ketika kita telah kehilangan hal tersebut, bukan? Demikian halnya dengan
saya. Setelah hampir enam bulan bekerja di sebuah stasiun TV swasta, saya
menyadari betul bahwa saya merindukan akar kehidupan saya: menulis. Terkadang
ketika didera kebosanan yang amat sangat saat sedang brainstorming dengan
produser dan kepala departemen, saya malah menulis puisi di buku catatan yang
selalu saya bawa ke mana-mana. Alhasil, isi buku itu seimbang antara catatan
pekerjaan kantor dan catatan menulis “indah” saya. Bertambahnya waktu,
ternyata saya tidak hanya kehilangan waktu menulis, saya juga kehilangan mentor
yang selama ini menjadi tempat saya bertanya segala hal tentang penulisan. Ya,
seperti yang beberapa orang mungkin tahu, saya kehilangan Christian Simamora,
yang biasa dipanggil Abang, tepat ketika saya membaca farewell letter yang
beliau kirimkan lewat email. Sebut saya hiperbolis, tetapi seakan dunia runtuh
di atas kepala saya. Saya sadar, meski saya bekerja kantoran saat itu, saya
tahu suatu saat saya akan kembali menulis. Kehilangan Abang semakin membuat
saya kehilangan arah dan pijakan. Kekhawatiran berkecamuk di dalam kepala saya.
Siapa yang nanti akan mementori saya? Siapa yang akan menuntun saya? Siapa yang
tidak akan segan-segan mengatakan tidak jika ide saya tidak bagus? Siapa yang akan
berbagi cerita dengan saya, bergosip tentang penulis, dan juga project saya?
Ibaratkan
satu buku adalah satu tahun. Saya baru mengeluarkan dua buku. Umur saya di
dunia penulisan ini baru dua tahun. Jalan saya masih tertatih. Saya masih butuh
dituntun sebelum akhirnya nanti saya berjalan, berlari, bahkan berenang ke
negeri lain.
Saya
adalah manusia yang percaya kepada tanda, isyarat, firasat, dan apalah namanya
itu. Saya percaya sebuah tanda akan menggiring kita kepada tanda lain yang
menjadi jalan bagi saya untuk berjalan. Suatu waktu saya membuka Twitter, yang
jarang saya buka, lalu di laman Home saya membaca sebuah sayembara yang
diadakan oleh Moka Media. Penerbit itu membutuhkan dua orang penulis yang
nantinya akan dibimbing oleh Mas Sulak dan Mbak Dyah Rinni. Penulis impulsif
ini tidak berpikir dua kali untuk menyia-nyiakan waktu. Mas Sulak, atau yang
bernama asli A.S. Laksana adalah salah satu pendiri dari Jakarta School, sebuah
kelas menulis yang telah melahirkan beberapa penulis andal seperti Raditya
Dika, Windy Ariestanty, Alexander Thian, juga Christian Simamora, yang biasa
dipanggil Abang, yang juga mentor saya. Saya siapkan sebuah bab dari novel
pertama saya, lalu saya kirimkan ke redaksi Moka. Dua minggu saat pengumuman
tiba, saya tidak diterima.
Keesokan
harinya saya menerima sebuah email dari Moka Media. Sebuah surat kontrak
#MentoringMoka. Saya kebingungan. Saya buka sosial media, ternyata benar
adanya. Moka Media dan juga Mas Sulak ternyata menambah dua siswa baru. Saya
dan seorang yang tidak asing namanya di dunia kepenulisan karena menjadi
pemenang di Dewan Kesenian Jakarta dan menjadi nominee di Khatulistiwa Literary
Award, Dewi Kharisma Michelia, menjadi teman sekelas satu-satunya di kelas
menulis bersama Mas Sulak enam bulan ke depan.
Saya
sudah mengatakan kepada Anda kalau saya percaya kepada tanda, isyarat, firasat
atau entah apalah namanya itu, bukan? Saya rasa ini adalah sebuah tanda untuk
kembali ke akar kehidupan saya. Saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan
penuh waktu saya di stasiun TV swasta tersebut dan mengambil jalan untuk
menjadi penulis di bawah bimbingan mentor dari mentor saya. Saya melakukan ini
karena saya bukan orang yang pandai melakukan multitasking kepada dua dunia
yang saya jalani dalam waktu yang bersamaan. Saya belum pandai membagi waktu,
hati, dan pikiran saya kepada dua dunia yang berlawanan. Lebih tepatnya, saya
tidak bisa mengabdi kepada tempat yang tidak mampu menghargai saya selayaknya
manusia. Menulis adalah penyembuh saya dan saya akan seperti Po, sang Panda,
yang akan belajar dari seorang Master Shifu.
Kesempatan
yang Moka Media dan Mas Sulak berikan kepada saya adalah sebuah kesempatan yang
saya percaya akan membuat saya berdiri, berjalan, melompat, bahkan berenang ke
negeri seberang. Saya akan berlayar ketika kaki ini telah mantap untuk berlayar
di atas kapal yang kuat. Sebab ini yang saya yakini: kapal yang diam dalam
pelabuhan adalah kapal yang aman, tetapi bukan untuk itu sebuah kapal
diciptakan. Saya akan berlayar, terus berlayar….
wah....harus dimanfaatkan dengan baik...semoga semakin sukses....keep writing
BalasHapusSemoga sukses bang n bisa kluarin buku lg...di tunggu buku barunya :)
BalasHapus